“aims to form leaders in service, in imitation of Christ Jesus, men and women of competence, conscience and compassionate commitment."

Google Search

Custom Search

Thursday 16 December 2010

Catatan kecil PPI di Semarang

Paradigma Pedagogi Ignatian pada dasarnya meliputi 5 hal: Konteks, Pengalaman, Refleksi, Aksi, dan Evaluasi. Kelima hal tersebut hendaknya menjadi suatu pembiasaan sikap yang akhinya menjadi sebuah habit bagi siapa saja yang menjadi warga kolese. Paradigma Pedagogi Ignatian sangat relevan dalam semua aspek kehidupan, terlebih dalam institusi pendidikan.
Paradigma Pedagogi Ignatian merupakan suatu pendidikan untuk menumbuh kembangkan sikap batin siswa agar mampu melihat kebaikan Allah dalam diri sendiri, sesama, dan lingkungan hidupnya. Kebaikan Allah dalam diri siswa sendiri merupakan anugerah Allah yaitu hidup beserta potensi-potensinya guna mengembangkan diri menjadi manusia utuh. Kebaikan Allah dalam diri siswa itu pun dianugerahkan Allah kepada sesamanya meskipun ada perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan itu justru dimaksudkan Allah untuk saling melengkapi dan saling membantu “man and women for and with other”.
Dengan menyadari kebaikan-kebaikan Allah itu, diharapkan siswa dapat mengalami cinta Tuhan dan dapat pula menanggapi cinta Tuhan itu dengan mencintai-Nya pula. Mencintai Tuhan berarti mencintai diri, sesama, dan lingkungan hidupnya, yang terungkap dalam sikap dan tingkah laku selama hidupnya. Dari tumbuhnya sikap ini diharapkan para siswa semakin terkondisi untuk bergaul dan bekerjasama dengan sesama maupun alam lingkungan, sehingga tidak mudah merugikan sesama dan merusak lingkungan hidup demi kepentingannya sendiri. Mereka dikondisikan untuk melihat ”yang lain”, entah itu manusia atau alam lingkungan semata-mata tidak hanya dipandang sebagai subyek yang bisa semaunya ”dipakai”, ”diinjak-injak”, atau ”dicampakkan” begitu saja. Diharapkan dari kemampuan melihat ”yang lain” sebagai ”subyek” bukan “obyek” semata. Mereka (siswa) diharapkan mampu pula bergaul dan bekerjasama dengan yang lain dalam suasana dan terwujudnya persaudaraan sejati.
Dalam Pedagogi Ignatian, guru tidak memaksakan tata pikirnya sendiri, melainkan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengungkapkan dan merefleksikan pengalaman mereka masing-masing. Guru tidak semata-mata sebagai pengajar (transfer ilmu) belaka, melainkan juga berfungsi sebagai fasilitator yang menciptakan kelas menjadi tempat terjadinya komunikasi iman dan sharing pengalaman hidup antar guru-siswa, dan juga siswa-siswa. Semangat 3 C (Competence, Conscience, Compassion) merupakan semangat yang harus dihidupi demi pencapaian pribadi siswa yang matang dan dewasa yang selalu ingin belajar dan mengembangkan diri terus menerus. Relasi awam-jesuit yang “mesra” akan mampu mendukung semuanya ini berjalan dengan baik dan semestinya, dan kata kunci untuk menciptakan “kemesraan” itu adalah kerendahan hati dan komunikasi.

2 comments: